Senin, 25 Agustus 2008

Kisah Perjalanan Zakat

Zakat di Undang – Undang
KPRI KIPAS didirikan pada tanggal 10 Nopember 1962, bersamaan dengan tahun dibentuknya Seksi Pendidikan Agama Islam Kabupaten Sleman. Undang-undang yang dijadikan rujukan pendirian KPRI KIPAS tidak kita ketahui. Undang-undang yang kita ketahui yang paling awal adalah undang-undang nomor 14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang kemudian pada tahun 1967 diganti dengan undang-undang nomor 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok Perkoperasian. Undang-undang nomor 14 tahun 1965 itu perlu diganti, sebab dipandang nyata-nyata mengandung pikiran-pikiran yang hendak mengabaikan Koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi Rakyat. UU nomor 14 tahun 1965 itu juga dipandang mengandung pikiran untuk meyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar Koperasi dari kemurniannya. Maklumlah era sampai dengan tahun 1965 itu adalah era dimana politik diposisikan sebagai panglima
Dan di undang-undang 12 tahun 1967 itulah zakat ( mungkin ) pertama kali masuk di undang-undang Perkoperasian. Di UU nomor 12 tahun 1967 zakat termatub dalam penjelasan pasal 34 dengan klausul sbb

Perhal zakat dapat diatur oleh Koperasi yang bersangkutan dalam Anggaran Dasar maupun ketentuan-ketentuan lain dari Koperasi

Pada tahun 1992 UU nomor 12 tahun 1967 diganti dengan UU nomor 25 tahun 1992, yang sampai kini masih berlaku. di UU nomor 25 tahun 1992 itu zakat tidak muncul di penjelasan, apalagi dibatang tubuh. sebenarnya kalau dilihat dari konsideran UU nomor 25 tahun 1992 penggantian UU nomor 12 tahun 1967 dengan UU nomor 25 tahun 1992 itu tidak didasarkan alas an yang terlalu prinsip. Alasan penggantiannya sekedar untuk menyelaraskan dengan perkembangan keadaan ( bandingkan alas an ini dengan alasan penggantian UU nomor 14 tahun 1965). Namun oleh perubahan yang tidak terlalu prinsip itu sudah memungkinkan zakat terpental keluar.



Zakat di Anggaran Dasar
Anggaran Dasar KPRI KIPAS yang sampai sekarang masih berlaku , disyahkan dalam Rapat Anggota Khusus Perubahan Anggaran Dasar tanggal 12 Oktober 1996. pada tahun 1996 itu yang berlaku adalah UU nomor 25 tahun 1992 yang tidak memuat ketentuan tentang zakat. Namun Anggaran Dasar KPRI KIPAS memuat ketentuan tentang zakat. Ketentuan tentang zakat itu kita jumpai pada pasal 35, berbunyi sbb:

Pendapatan pada Koperasi sebagai satu kesatuan adalah Pendapatan harta syirkah yang apabila telah sampai pada nisabnya dan haulnya terkena kewajiban zakat

Mengapa disajikan sebuah analisis guna memberikan jawabatan terhadap persoalan itu . Alasisi ini disusun oleh penulis. Artinya orang lain dapat saja dan boleh menyusun analisis yang berbeda
Secara umum Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya masyarakat pada umumnya. Dari rumusan tujuan ini kita dapat memahami bahwa Koperasi peduli terhadap kemajuan kesejahteraan masyarakat. Timbul pertanyaan seberapa besar keperdulian Koperasi terhadap kesejahteraan masyarakat itu.? Bagaimana kalau jawaban pertanyaan itu kita cari di undang-undang ? Misalnya di ketentuan tentang Lapangan Usaha. Ketentuan tenga Lapangan Usaha Koperasi termaktub di pasal 43 UU Nomor 25 Tahun 1992 berbunyi sbb:

(1) usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota
(2) Kelebihan kemajuan pelayanan koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota koperasi

Dari rumusan tujuan menurut Undang-undang sebagaimana tersebut diatas, penulis berkesimpulan bahwa keperdulian Koperasi memajukan kesejahteraan masyarakat sangat terbatas. Keperdulian untuk memajukan kesejahteraan masyarakat hanya bergantung pada ada atau tidaknya kelebihan kemampuan ? Andaikata ada kelebihan kemampuan, koperasu tidak harus menggunakannya untuk melayani masyarakat, justru kerena adanya perkataan dapat.
Marilah kita cari lagi keperdulian Koperasi memajukan kesejahteraan masyarakat di ketentuan lain. Ambillah pada ketentuan tentang pembagian SHU. Pasal 45 ayat (2) UU nomor 25 tahun 1992 berbunyi sbb

Sisa hasil usaha setelah dikurangi dengan cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota

Dari rumusan pembagian SHU sebagaimana tersebut diatas, sepertinya kurang tergambar keperdulian Koperasi terhadapm kemajuan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sangat berbeda dengan ketentuan pada UU 12 tahun 1967, yang secara jelas menetapkan sebahagian dari SHU diperuntukkan sebagai Dana Sosial dan Dana Pembangunan Daerah Kerja.
Kenyataan ini semakin memperkuat asumsi bahwa keperdulian Koperasi untuk memajukan kesejahteraan menurut undang-undang sangat terbatas atau kecil

terkait dengan masuknya zakat pada Anggaran Dasar KPRI KIPAS adalah bukti konkrit bahwa KPRI KIPAS sangat perduli dengan Kemajuan kesejahteraan masyarakat

Zakat di Realita
Dari uraian diatas, kita memeproleh jawaban mengapa zakat masuk di Anggaran Dasar KPRI KIPAS pada hal ketika Anggaran Dasar itu disusun rujukan di undang-undang sudah tidak ada. kalau begitu, lalu zakat merujuk kemana? Rujukannya ke tujuan Koperasi tang antara lain perduli dengan kemajuan kesejahteraan masyarakat. Tidakkah zakat sepenuhnya bersifat mensejahteraan masyarakat ?

Bagaimana pelaksanaan zakat yang sejak tahun 1996 telah termaktub di Anggran Dasar? sampai tahun 2007 ini KPRI KIPAS belum melaksanakan ketentuan tentang zakat. Secara tehnis kendalanya adalah karena ada rumor, diantara Anggota KPRI KIPAS ada yang berpendapat bahwa kewajiban orang perorang. bukan kewajiban lembaga. Karena KPRI KIPAS itu bukan orang, tetapi sebuah lembaga, maka tidak ada kewajiban membayar zakat. Karena ada rumor seperti itu, rupaya pengurus menjadi ragu untuk merealisasikannya , sehingga ketentuan tentang zakat itu tetap saja bertengger di Anggran Dasar, tanpa realisasi.
Penulis berpikir, bahwa masalah ini perlu dibahas sehingga diperoleh kata putus. Jangan dibiarkan masalah ini dalam keadaan mengambang. Di Anggaran Dasar Jelas termatub, dilapangan tidak ada bukti pelasanaannya. Atau kalau kita sudah memperkirakan andai kata masalah itu didiskusikan akhirnya toh kata putus itu tidak dapat diperoleh, kita dapat merujuk ke undang-undang yang ada. Yakni Undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat pasal 1 angka 2 undang-undang ini berbunyi sbb:

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya

Kalau ketentuan ini di terima, maka masalah wajib tidaknya KPRI KIPAS membayar zakat, untuk sementara memperoleh kepastian. Dan Kepastian ini diharapkan menjadi Pengurus tidak ragu untuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkannya

Tidak ada komentar: