Salah satu prinsip Koperasi adalah demokrasi. Rumusan prinsip ini di Undang-undang mungkin tidak sama, tetapi essensinya tetap saja demokrasi. Rumusan prinsip demokrasi di Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 yang sampai sekarang masih berlaku berbunyi : Pengelolaan dilakukan secara demokratis sementara di Undang-undang nomor 12 tahun 1967 rumusannya berbunyi Rapat Anggota merupakan kekuasan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam koperasi. Hans-H Munkner dalam bukunya Co-operative Principles and Co–operative law menyimpulkan bahwa salah satu prinsip koperasi adalah : Democratic Management and Control (Pengelolaan dan Pengawasan dilakukan secara demokratis )
Karena demokrasi merupakan salah satu prinsip Koperasi, maka mereka yang menginginkan koperasinya lestari, perlu dengan sungguh-sungguh memelihara demokrasi itu. Bersungguh-sungguh memelihara demokrasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Saya berpendapat bahwa memelihara demokrasi diperlukan ketrampilan mengelola aspirasi orang banyak. Pepatah Bahasa Indonesia ada yang berbunyi : Kepala sama berbulu pendapat berlain-lain. Di masyarakat jawa ada pemeo : seje ndas seje gagas. Seje kulit seje anggit. Pepatah dan pemeo ini merupakan pembenar bahwa mengelola aspirasi orang banyak tidaklah mudah. Seorang tokoh Gerakan koperasi berucap di depan sebuah Rapat Anggota Tahunan sesuatu koperasi : Sesulit-sulit mengelola materi lebih sulit mengelola aspirasi
Dalam Buletin KIPAS nomor Edisi XVI /VIII /2005 yang terbit Desember 2004 disajikan sebuah uraian dibawah Judul Perbuatan Tanggungjawab dan Sopan-Santun Demokrasi. Tulisan itu sedikit banyak berisi pesan tentang perlunya pemeliharaan demokrasi di koperasi kita. Uraiannya lebih bernuansa Inward-looking ( melihat ke dalam ) Kasus –kasus yang dijadikan rujukan terbatas pada kasus yang terjadi di koperasi pada umumnya dan khususnya di KPRI KIPAS. Untuk memperluas wawasan kita, bagaimana kalau kita sajikan uraian yang lebih bersifat Outward-looking ( lebih melihat keluar )Lembaga yang mempraktikkan demokrasi tidak hanya lembaga koperasi. Partai politik pun formalnya juga mendasarkan geraknya pada demokrasi. Kebetulan ada dua lembaga yang bergerak di bidang politik baru saja menyelenggarakan musyawarah tertingginya di Semarang. Partai Amanat Nasional (PAN ) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Dalam Muktamar PAN di Semarang itu, terjadi kericuhan terkait dengan perutusan dari Indonesia Bagian Timur, termasuk Papua. Kericuhan terjadi konon karena sebagian perutusan itu ditolak masuk ke medan muktamar oleh Panitia Penyelenggara. Yang ditolak masuk ke medan muktamar itu, konon ( mohon maaf banyak konon ) karena nama tidak sesuai dengan nama yang termaktub didaftar yang dipegang oleh Panitia
Hal yang demikian itu mungkin saja terjadi. Sebab kadang, orang berpikir ringan-ringan saja tentang aturan organisasi. Kasusnya mungkin saja, berdasar ketentuan organisasi, Ketua DPD adalah anggota Muktamar. Tetapi ketua DPD itu berhalangan hadir karena sakit. Karena ketua DPD yang anggota muktamar itu berhalangan hadir, digantikan oleh wakil ketua DPD. Bagi mereka yang berpikir ringan-ringan tentang aturan organisasi, menganggap hal itu wajar-wajar saja dan sudah mestinya. Tetapi bagi mereka yang memegang teguh aturan organisasi, akan menolak penggantian itu
Diantara anggota Rapat Anggota KPRI KIPAS adalah Anggota Rapat Anggota Wakil Kelompok. Anggota Rapat Anggota ini dipilih dalam Rapat Kelompok dari mereka yang memenuhi syarat tertentu. Kalau ternyata dalam Rapat Anggota ia berhalangan hadir, ya sudah, ia absen. Dia tidak dapat menunjuk wakil ataupun pengganti.
Di muktamar PKB ada sesuatu yang cukup menarik. KH.Abdurrahman Wachid yang akrab dipanggil Gus Dur dipilih selaku Ketua Dewan Syuro secara aklamasi dalam acara Pandangan Umum terhadap laporan DPP. Keputusan ini menimbulkan kontraversi. Penulis tidak tahu betul kontravesi itu terjadi karena keputusan diambil dalam acara Pandangan Umum atau karena alasan yang lain
Keputusan yang dapat diambil dalam acara Pandangan Umum terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pengurus dalam RAT KPRI KIPAS pada dasarnya hanya ada 3 (tiga ) kemungkinan. Pertama Laporan Pengurus diterima. Kedua Laporan Pengurus ditolak dan yang ketiga Laporan Pengurus diterima dengan catatan. Catatannya apa saja, perlu ada rumusannya
Jadi kasus sebagaimana terjadi di muktamar PKB tersebut semestinya tidak bakalan terjadi di KPRI KIPAS. Misalnya dalam acara Pandangan Umum terhadap laporan Pengurus dalam suatu RAT diambil keputusan menggangkat anggota Pengurus pengganti antar waktu, karena terjadi kekosongan sesuatu jabatan di Pengurus
Mengapa semestinya hal itu tidak akan terjadi di KPRI KIPAS ?
Di tata tertib persidangan di KPRI KIPAS terdapat klausul yang berbunyi “ Ketua Wajib menampung pembicaraan yang sudah disampaikan oleh peserta sidang dalam menanggapi acara sidang untuk kemudian mengusahakan kesimpulannya sebagai keputusan sidang Klausul ini merupakan rambu-rambu yang mengarahkan agar keputusan selalu relepan dengan acara sidang. Jangan sampai terjadi, lain acara lain pula keputusannya. Sebab hal itu akan menciptakan iklim kondusif bagi terjadinya kontroversi
Bagaimana dengan keputusan mengangkat Gus Dur menjadi Ketua Dewan Syuro dalam Muktamar di Semarang itu ? Andaikata penulis dimungkinkan memberikan pendapat, pendapat penulis sebagai-berikut
1. Kalau di konstitusi PKB terdapat klausul sebagaimana dimiliki oleh KPRI KIPAS sebagaimana tersebut diatas, maka keputusan itu “cacat hukum”
2. Kalau di konstitusi PKB tidak terdapat klausul sebagaimana dimiliki oleh KPRI KIPAS sebagaimana tersebut diatas maka keputusan itu tidak dapat dinilai sebagai keputusan “ Cacat Hukum “ berdasarkan alasan itu
3. Kalau di Konstitusi PKB terdapat klausul yang hampir sama dengan klausul yang dimiliki KIPAS berbunyi Ketua wajib menampung pembicaraan yang sudah disampaikan oleh peserta sidang, untuk kemudian mengusahakan kesimpulannya sebagai keputusan sidang, maka keputusan itu sangat syah dan sama sekali tidak cacat hukum
Keputusan itu syah dan tidak cacat hukum, karena klausul itu tidak memberikan arah agar keputusan relevan dengan acara sidang
Di KPRI KIPAS keputusan yang diambil, hanya keputusan yang relevan dengan acara, karena adanya phrase “ dalam menanggapi acara siding. “Phrase ini mengakibatkan tanggapan diluar acara, betapa pun juga baik dan pentingnya, dan betapa pun banyak disampaikan atau pun didukung oleh peserta sidang, tidak dapat dijadikan keputusan. Tetapi kalau phrase itu dihapus, dalam acara laporan pertanggungjawab Pengurus pun dapat diambil keputusan misalnya : Mengangkat Si Fulan menjadi anggota Pengurus
Sangat sering terjadi, peserta sidang Rapat Anggota Tahunan (RAT) dalam menyampaikan tanggapan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pengurus, menyampaikan pikiran-pikiran yang berkaitan dengan program kerja ataupun anggaran pendapatan dan belanja. Akan tetapi karena pikiran itu tidak relevan dengan acara, ya sulit untuk menjadi keputusan. Ia harus bersabar, menanti diselenggarakan Rapat Anggota Biasa (RAB ) yang mengagendakan atau mengacarakan Rencana Kerja (RK) dan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB). Dalam forum itulah pikiran-pikiran tentang Rencana Kerja dan anggaran pendapatan dan belanja dibahas dan dibicarakan untuk kemudian diambil keputusan
Bersabar menanti saat yang tepat, bersabar mematuhi ketentuan konstitusi yang berlaku merupakan sikap dan langkah yang diperlukan bagi pemeliharaan demokrasi. Dan dengan terpeliharanya demokrasi, semoga terpelihara pula Koperasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar