Senin, 25 Agustus 2008

Mereka Tiba Tiba Berhenti


Di awal-awal tahun delapan puluhan, 10 atau 15 tahun yang lalu, KPRI KIPAS menerima kunjungan, sebuah KPRI dari Jawa Tengah . Kunjungan itu sebuah kunjungan studi banding . Sebagaimana lazimnya sebuah kunjungan studi banding, mereka mengharapkan memperoleh tambahan pengetahuan dari kunjungan itu.
Dalam menghadapi kunjunga studi banding itu , pengurus bersifat sangat terbuka. Seluruh pembukuan KPRI KIPAS disediakan untuk dapat dilihat. Bukti-bukti transaksi, buku kasir, buku besar dll yang dibutuhkan oleh tamu disediakan.
Pada waktu itu, Pengurus KPRI KIPAS memang belum sampai pada ke tingkat memiliki kesadaran bahwa di koperasi ada sesuatu yang bersifat rahasia. Yang semestinya tidak diperlihatkan kepada pihak luar
Karena Pengurus belum memiliki kesadaran tentang adanya rahasia perusahaan, maka apa yang ingin dilihat oleh tamu dari Jawa Tengah itu disediakan. Tamu rupanya tidak berbeda dengan pengurus KPRI KIPAS. Artinya mereka juga tidak tahu bahwa sebagai tamu, mereka terikat dengan sopan santun. Mereka rupanya tidak merasa melanggar etika, kalau minta untuk dapat melihat pembukuaan. Mereka tidak sungkan ingin melihat pembukuan KPRI KIPAS mungkin didasarkan pengetahuan bahwa di gerakan koperasi ada prinsip keterbukaan. Artinya, usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka. Artinya lagi, siapapun boleh memeriksa atau melihat. Sebuah pengertian yang cukup jauh melampaui batas kesopanan dan kewajaran.
Akan tetapi dalam kasus kunjungan studi banding 10 atau 15 tahun lalu itu tamu dan tuan rumah tingkatannnya sama maka proses berjalan tanpa masalah. Kalau di ibaratkan dalam kehidupan sehari-hari, ada tamu yang tidak merasa cukup diterima di kamar tamu, tetapi ingin di kamar makan, di kamar tidur, di gudang dan dikamar-kamar lain yang dikehendaki. Sementara itu tua rumah tidak keberatan memenuhi kehendak tamunya itu, tanpa merasa tersinggung. Tentu saja tidak ada masalah.
Keadaam sangat berbeda dengan pengalaman KPRI KIPAS ketika berkunjung ke Koperasi Setia Bakti Wanita di Srabaya Jawa Timur, dalam rangka studi banding. Ketika itu KPRI KIPAS mengharapkan dapat melihat Neraca. Ternyata pihak Koperasi Wanita berkeberatan
Pembaca yang terhormat,

Ketika tamu-tamu tadi asyik mempelajari pembukuan kita, tiba-tiba mendadak menghentikan kegiatannya. Sepertinya yang mereka cari sudah ditemukan. Dalam keheningan proses pemberhentian kegiatan, terlontar secara sepontan ucapan samara-samar terdengar “ora kuwat nglakoni “
Singkat cerita, tiba-tiba mereka berhenti. Kita tidak tahu sebab musabab mereka berhenti itu Pada hal rasa-rasanya waktu yang diprogramkan masih cukup panjang.
Akhirnya studi banding itu diakhiri dengan acara-acara seremonial sebagaimana lazimnya. Para tamu, meninggalkan tempat, dan kami pengurus KPRI KIPAS melepas mereka tanpa beban pemikiran apapun.
Hanya saja setelah beberapa hari kemudian, kami mulai berpikir, mengapa studi banding itu berjalan begitu singkat. Apakah karena Pengurus KPRI KIPAS selaku tuan rumah kurang simpatik ataukah sebab lain.
Dalam pengembaraan pemikiran pencarian sebab-sebab studi banding yang begitu singkat, akhirnya kami tertarik dengan ucapan sepontan yang terdengar samara-samar, “ora kuwat nglakoni”. Ucapan sepontan biasanya ucapan sebenarnya. Ucapan itu belum dipengaruhi pemikiran apapun. Belum bumbui pertimbangan-pertimbangan misalnya tentang tatakrama. Jadi ucapan itu diperkirakan murni betul.
Kesimpulan, mereka menemukan sesuatu di KPRI KIPAS yang mereka tidak kuat melaksanakannya. Dan rupa-rupanya karena mereka tidak akan kuat melaksanakannya itu, studi banding tidak perlu lagi dilanjutkan.
Apakah sesuatu yang mereka tidak kuat atau tidak mampu melaksanakan itu? Yang paling tahu jawaban perkataan ini sudah barang tentu mereka yang melakukan studi banding, khususnya yang secara sepontan mengucapkan ora kuwat nglakoni” Kebetulan Pengurus KPRI KIPAS tidak menanyakan hal itu kepada yang bersangkutan. Jangan lagi bertanya, berpikir tentang hal itu pun tidak. Tindakkah sebagaimana kami melakukan di atas itu baru terpikir setelah sekian hari peristiwa itu berlalu.

Kami ber pendapat bahwa hal yang terjadi di KPRI KIPAS, yang pengurus mampu atau kuat melaksanakannya dan orang lain tidak kuat, perlu diidentifikasi. Perlu dicari sungguh-sungguh sehingga ketemu. Identifikasi ini penting, agar diketahui wajar tidaknya masalah itu . kalau ada ketidak wajaran di KPRI KIPAS, bukannya tidak mungkin terjadi kezaliman oleh pengurus kepada koperasi atau oleh koperasi kepada pengurus, demikian juga kita tidak dapat mentolerir kezaliman koperasi terhadap Pengurus. Kita mencita-citakan kesejahteraan. Kesejahteraan baik bagi anggota termasuk Pegurus maupun bagi masyarakat pada umum.
Maka Identifikasi masalah kita selenggarakan. Kita teliti data pembukuan secara intensif. Akhirnya kami condong kepada kesimpulan bahwa hal yang menjadikan tamu berucap”ora kuwat nglakoni ‘ adalah karena kecilnya honorarium pengurus. Sebab ketika itu honorarium pengurus hanya sebesar Rp 2.000,- ( dua ribu rupiah) perbulan atau Rp 24.000,- pertahun
Uang honorarium Pengurus sebesar Rp 2.000,- perbulan itu dapat dihitung dari bukti transaksi KK 491 Tgl 31 Desember 1985 yang besarnya Rp 264.000,- dibayarkan kepada Sawiyono, Drs, Sardjono, Drs. Tarmuji. Dalimin, Suyudi,Suhodo, Sudarmo,M.Ngarobi,Supono,Drs. Suharno dan Sumarsono . Sebelas orang Rp 264.000,- dibagi 11 orang = 24.000,-. Dalam satu tahun Rp 24.000,- berarti Rp 2.000,- perbulan
Kalau kita yang hidup di tahu 2004 kemudia menilai honorarium yang Rp 2.000,- perbulan, sudah barang tentu akan berkesimpulan, HR itu tidak manusiawi. KPRI KIPAS telah memeras pengurus atau kesimpulan semacamnya. Dan layak sekali kalau orang luar berucap “ ora kuwat nglakoni”
Marilah kita mencoba menilai HR Pengurus Tahun 1985 itu seobyektif mungkin. Dengan membandingkannya dengan SHU tahun itu kemudian diperbandingan denganHR tahun 2003 yang juga diperbandingkan dengan SHU tahun 2003. Prosedure ini mungkin dapat diterima sebagai procedure yang dapat mengantarkan kepada objektifitas
HR pengurus Tahun 1985 Rp 265.000,-
SHU Tahun 1985 Rp 42.517.988,-
Sehingga HR pengurus= 0,62% dari SHU
HR pengurus tahun 2003 = 11 orang x 12 bln x 40.000,- = Rp 6.300.000,-
SHU Sebenarnya tahun 2003 Rp 439.524.504,-
Sehingga HR pengurus 1,43 % dari SHU
Dari analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa HR pengurus tahun 1985 kurang dari setengah jumlah HR tahun 2003 dan kita menjadi faham mengapa orang berucap “ ora kuwat nglakoni”

Tidak ada komentar: