Senin, 25 Agustus 2008

Kisah Perjalanan Zakat

Zakat di Undang – Undang
KPRI KIPAS didirikan pada tanggal 10 Nopember 1962, bersamaan dengan tahun dibentuknya Seksi Pendidikan Agama Islam Kabupaten Sleman. Undang-undang yang dijadikan rujukan pendirian KPRI KIPAS tidak kita ketahui. Undang-undang yang kita ketahui yang paling awal adalah undang-undang nomor 14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang kemudian pada tahun 1967 diganti dengan undang-undang nomor 12 tahun 1967 tentang pokok-pokok Perkoperasian. Undang-undang nomor 14 tahun 1965 itu perlu diganti, sebab dipandang nyata-nyata mengandung pikiran-pikiran yang hendak mengabaikan Koperasi sebagai wadah perjuangan ekonomi Rakyat. UU nomor 14 tahun 1965 itu juga dipandang mengandung pikiran untuk meyelewengkan landasan-landasan, azas-azas dan sendi-sendi dasar Koperasi dari kemurniannya. Maklumlah era sampai dengan tahun 1965 itu adalah era dimana politik diposisikan sebagai panglima
Dan di undang-undang 12 tahun 1967 itulah zakat ( mungkin ) pertama kali masuk di undang-undang Perkoperasian. Di UU nomor 12 tahun 1967 zakat termatub dalam penjelasan pasal 34 dengan klausul sbb

Perhal zakat dapat diatur oleh Koperasi yang bersangkutan dalam Anggaran Dasar maupun ketentuan-ketentuan lain dari Koperasi

Pada tahun 1992 UU nomor 12 tahun 1967 diganti dengan UU nomor 25 tahun 1992, yang sampai kini masih berlaku. di UU nomor 25 tahun 1992 itu zakat tidak muncul di penjelasan, apalagi dibatang tubuh. sebenarnya kalau dilihat dari konsideran UU nomor 25 tahun 1992 penggantian UU nomor 12 tahun 1967 dengan UU nomor 25 tahun 1992 itu tidak didasarkan alas an yang terlalu prinsip. Alasan penggantiannya sekedar untuk menyelaraskan dengan perkembangan keadaan ( bandingkan alas an ini dengan alasan penggantian UU nomor 14 tahun 1965). Namun oleh perubahan yang tidak terlalu prinsip itu sudah memungkinkan zakat terpental keluar.



Zakat di Anggaran Dasar
Anggaran Dasar KPRI KIPAS yang sampai sekarang masih berlaku , disyahkan dalam Rapat Anggota Khusus Perubahan Anggaran Dasar tanggal 12 Oktober 1996. pada tahun 1996 itu yang berlaku adalah UU nomor 25 tahun 1992 yang tidak memuat ketentuan tentang zakat. Namun Anggaran Dasar KPRI KIPAS memuat ketentuan tentang zakat. Ketentuan tentang zakat itu kita jumpai pada pasal 35, berbunyi sbb:

Pendapatan pada Koperasi sebagai satu kesatuan adalah Pendapatan harta syirkah yang apabila telah sampai pada nisabnya dan haulnya terkena kewajiban zakat

Mengapa disajikan sebuah analisis guna memberikan jawabatan terhadap persoalan itu . Alasisi ini disusun oleh penulis. Artinya orang lain dapat saja dan boleh menyusun analisis yang berbeda
Secara umum Koperasi bertujuan memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya masyarakat pada umumnya. Dari rumusan tujuan ini kita dapat memahami bahwa Koperasi peduli terhadap kemajuan kesejahteraan masyarakat. Timbul pertanyaan seberapa besar keperdulian Koperasi terhadap kesejahteraan masyarakat itu.? Bagaimana kalau jawaban pertanyaan itu kita cari di undang-undang ? Misalnya di ketentuan tentang Lapangan Usaha. Ketentuan tenga Lapangan Usaha Koperasi termaktub di pasal 43 UU Nomor 25 Tahun 1992 berbunyi sbb:

(1) usaha Koperasi adalah usaha yang berkaitan langsung dengan kepentingan anggota untuk meningkatkan usaha dan kesejahteraan anggota
(2) Kelebihan kemajuan pelayanan koperasi dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang bukan anggota koperasi

Dari rumusan tujuan menurut Undang-undang sebagaimana tersebut diatas, penulis berkesimpulan bahwa keperdulian Koperasi memajukan kesejahteraan masyarakat sangat terbatas. Keperdulian untuk memajukan kesejahteraan masyarakat hanya bergantung pada ada atau tidaknya kelebihan kemampuan ? Andaikata ada kelebihan kemampuan, koperasu tidak harus menggunakannya untuk melayani masyarakat, justru kerena adanya perkataan dapat.
Marilah kita cari lagi keperdulian Koperasi memajukan kesejahteraan masyarakat di ketentuan lain. Ambillah pada ketentuan tentang pembagian SHU. Pasal 45 ayat (2) UU nomor 25 tahun 1992 berbunyi sbb

Sisa hasil usaha setelah dikurangi dengan cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota dengan Koperasi, serta digunakan untuk keperluan pendidikan perkoperasian dan keperluan lain dari koperasi, sesuai dengan keputusan Rapat Anggota

Dari rumusan pembagian SHU sebagaimana tersebut diatas, sepertinya kurang tergambar keperdulian Koperasi terhadapm kemajuan kesejahteraan masyarakat. Hal ini sangat berbeda dengan ketentuan pada UU 12 tahun 1967, yang secara jelas menetapkan sebahagian dari SHU diperuntukkan sebagai Dana Sosial dan Dana Pembangunan Daerah Kerja.
Kenyataan ini semakin memperkuat asumsi bahwa keperdulian Koperasi untuk memajukan kesejahteraan menurut undang-undang sangat terbatas atau kecil

terkait dengan masuknya zakat pada Anggaran Dasar KPRI KIPAS adalah bukti konkrit bahwa KPRI KIPAS sangat perduli dengan Kemajuan kesejahteraan masyarakat

Zakat di Realita
Dari uraian diatas, kita memeproleh jawaban mengapa zakat masuk di Anggaran Dasar KPRI KIPAS pada hal ketika Anggaran Dasar itu disusun rujukan di undang-undang sudah tidak ada. kalau begitu, lalu zakat merujuk kemana? Rujukannya ke tujuan Koperasi tang antara lain perduli dengan kemajuan kesejahteraan masyarakat. Tidakkah zakat sepenuhnya bersifat mensejahteraan masyarakat ?

Bagaimana pelaksanaan zakat yang sejak tahun 1996 telah termaktub di Anggran Dasar? sampai tahun 2007 ini KPRI KIPAS belum melaksanakan ketentuan tentang zakat. Secara tehnis kendalanya adalah karena ada rumor, diantara Anggota KPRI KIPAS ada yang berpendapat bahwa kewajiban orang perorang. bukan kewajiban lembaga. Karena KPRI KIPAS itu bukan orang, tetapi sebuah lembaga, maka tidak ada kewajiban membayar zakat. Karena ada rumor seperti itu, rupaya pengurus menjadi ragu untuk merealisasikannya , sehingga ketentuan tentang zakat itu tetap saja bertengger di Anggran Dasar, tanpa realisasi.
Penulis berpikir, bahwa masalah ini perlu dibahas sehingga diperoleh kata putus. Jangan dibiarkan masalah ini dalam keadaan mengambang. Di Anggaran Dasar Jelas termatub, dilapangan tidak ada bukti pelasanaannya. Atau kalau kita sudah memperkirakan andai kata masalah itu didiskusikan akhirnya toh kata putus itu tidak dapat diperoleh, kita dapat merujuk ke undang-undang yang ada. Yakni Undang-undang nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat pasal 1 angka 2 undang-undang ini berbunyi sbb:

Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya

Kalau ketentuan ini di terima, maka masalah wajib tidaknya KPRI KIPAS membayar zakat, untuk sementara memperoleh kepastian. Dan Kepastian ini diharapkan menjadi Pengurus tidak ragu untuk melaksanakan dan mempertanggungjawabkannya

Mengambil Kredit = menabung???

Dalam suatu forum Rapat Anggota Tahunan (RAT) Pengurus pernah melontarkan konstatasi bahwa mengambil kredit sama dengan menabung. Konstatasi itu didasarkan pada proses.
Proses mengambil kredit adalah “ mengambil “ kemudian”memasukkan”,memasukkan dan memasukkan lagi hingga selesai. Yang dimaksud dengan “mengambil” adalah mengambil kredit, sementara yang dimaksud dengan “memasukkan” adalah membayar atau mengembalikan kredit yang ia ambil. Kesimpulannnya adalah bahwa mengambil kredit itu mengambil kemudian memasukkan.
Adapun proses menabung adalah memasukkan, memasukkan dan akgirnya mengambil.
Kesimpulannya adalah bahwa menabung itu adalah memasukkan kemudian mengambil.
Uraian diatas dapat digambarkan sebagai berikut:
MENGAMBIL KREDIT : MENGAMBIL + MEMASUKKAN
MENABUNG : MEMASUKKAN + MENGAMBIL
Dari gambaran ini memang terlihat komponen proses mengambil kredit dan menabung sama yakni mengambil dan memasukkan. Hanya strukturnya berbeda. Pada proses mengambil kredit, mengambil dahulu baru kemudian memasukkan, sementara pada proses menabung strukturnya sebaliknya. Memasukkan lebih dahulu baru kemudian mengambil. Perbedaan struktur ini ditepis dengan mengacu pada perhitungan matematis bahwa 3x4=4x3.
Alhasil. Mengambil kredit sama dengan menabung.
Rapat Anggota Tahunan adalah Rapat Anggota yang diadakan sesudah Tutu Buku yang bertugas antara lain membahas dan mengesahkan Laporan Pertanggungjawaban Pengurus dan Laporan Hasil Pengawasan Pengawas. Tidak bertugas untuk membahas misalnya, benar tidak mengambil kreddit itu sama dengan menabung. Meskipun hal itu terlontra di RAT.
Terlepas dari masalah benar tidaknya mengambil kredit itu sama dengan menabung, saya berpendapat bahwa pemikiran itu konstruktif. Bersifat membangun bagi mereka yang merasa sulit untuk menabung. Dan bagi mereka yang selama ini telah rajin menabung atau menyimpan tetapi tidak pernah pinjam akan termotivasi untuk meminjam atau mengambil kreedit. Sebab KPRI KIPAS adalah sebuah KSP. Sebuah Koperasi Simpan pinjam, sehingga anggota yang baik adalah anggota yang aktif menyimpan dan juga aktif meminjam
Adalah tugas kita bersama, apalagi Pengurus untuk menegakkan prinsip Koperasi. Salah satu prinsip Koperasi adalah Pendidikan Perkoperasian. Dan pemikiran bahwa mengambil kredit sam dengan mengambung dapat diterima sebagai pemikiran yang cukup mendidik anggota yang dampaknya dapat berujud pengembangan koperasi.
Dalam kehidupan keseharian di sisi yang kasat mata kita jumpai dalam perbedaan ada kesamaan, disamping dalam kesamaan itu ada perbedaan.
Siapa bilang lembu sama dengan kambing? Tetapi siapa yang tidak sepakat bahwa lembu maupun kambing sama-sama binatang menyusui? Siapa bilang lembu sama dengan batang kelapa? Tetapi siapa tidak sepakat bahwa lembu maupun batang kelapa adalah sama-sama makhluk hidup?
Umumnya kita berpendapat bahwa mengambil kredit tidak sama atau berbeda menabung. Tetapi berdasarkan uraian di atas kedua kegiatan itu memiliki kesamaan. Dan kalau dalam uraian di atas telah kita bahasa kesamaannya, agar lengkap bagaimana kalau kita bahas perbedaannnya ?
Perbedaan antara mengambil kredit dan menabung antara lain:
1. a Kalau orang ingin mengambil kredit, pengambilan kredit tidak akan terjadi,
kecuali ada mitra kerjanya, yakni penyedia kredit atau kreditor.
b Kalau orang ingin menabung, ia dapat melakukannya tanpa bantuan orang lain
2. a. Mengapa orang membayar kembali kreditnya? Karena adanya ikatan janji dengan
pihak kreditor. Bukan murni di dorong dari dirinya sendiri.
b. Mengapa orang menabung? Ia menabung karena didorong hati sendiri
Karena kemauan sendiri. Bukan karena ikatan atau tekanan pihak luar
3. a. Mengambil kredit atau debitor akan mengambil uang maksimal sama dengan
jumlah yang bakal ia masukkan. Ini terjadi hanya kalau kreditur tidak meminta jasa. Kalau kreditor meminta jasa jumlah uang yang harus ia masukkan akan lebih besar dari jumlah uang yang ia ambil. Artinya uang yang ia ambil lebih kecil dari yang ia setorkan /masukkkan
b Penabung akan mengambil, uang minimal sama dengan jumlah uang yang ia
masukkan.
Hal ini terjadi misalnya kalau ia menabung di rumah. Akan tetapi kalau ia menabung misalnya di KPRI KIPAS, ia akan dapat mengambil sejumlah uang yang ia tabungkan plus 1% kali sekian bulan. Kalau ia menabung dalam satu tahun akan mengambil 112% kali jumlah tabungan

4. a. Pengambil kredit membayar imbalan jasa kepada Kreditor karena perannya
memotivasi / mendorong . menekan si pengambil kredit sehingga ia “ menabung”
b Penabung tidak membayar imbalan jasa kepada siappun, karena ia menabung atas
dorongan diri sendiri tidak karena didorong oleh pihak lain, sebagaimana pengambil kredit

Self Sugesti

Self-Sugesti adalah sebuah kata majemuk. Terdiri dari dua buah perkataan yaitu self dan sugesti . Self adalah perkataan bahasa Inggris berarti sendiri. Sugesti berasal dari kata Suggestion. Suggestion adalah kata benda . Kata Kerjanya to suggest, yang menurut kamus berarti : To put into a person’s mind the thought of, the desire for,etc. terjemahan bebasnya k.l : Memasukkan pikiran, keinginan dll. kebenak orang lain. Singkat kata, mensugesti adalah mempengaruhi. Dan Selft-Sugesti dapat diartikan mempengaruhi diri sendiri
Dalam tulisan ini akan disajikan uraian, pertama tentang orang yang mampu mensugesti orang lain secara luar biasa. Kedua tentang kebijakan KPRI KIPAS yang bersifat Self-Sugestif
Salah seorang tokoh nasional kita yang memiliki kemampuan luar biasa mensugesti orang lain adalah Bung Karno. Dunia mengakui beliau sebagai orator ulung. Pidatonya sangat memukau dan sangat sugestif
Diawal-awal Revolusi tahun 1945, Bung Karno pernah berpidato di alun-alun utara Yogyakarta, dalam rapat besar yang dihadiri ratusan ribu orang. Rakyat yang sebenarnya sangat menderita karena penjajahan Jepang, bagaikan tersihir oleh pidato, berubah menjadi rakyat yang penuh semangat, penuh keberanian dan sangat percaya diri. Ketika Bung Karno menggambarkan betapa perkasanya Bangsa Indonesia dan betapa mudahnya kita mengalahkan penjajah, beliau menyatakan dengan gayanya yang khas,”Kalau tujuh puluh juta rakyat Indonesia mau meludah bersama, pastilah akan terjadi banjir bandang yang akan menghempaskan Belanda Keparat itu.”
Pernyataan itu disambut dengan sorak-sorai dan tepuk tangan yang gegap gempita
Tokoh nasional yang lain yang memiliki kemampuan luar biasa mengsugesti orang adalah Bung Tomo dari BPRI ( Barisan Pemberontak Republik Indonesia ) . Bung Tomo pun di awal-awal Revolusi tahun 1945 pernah berpidato di alun-alun utara Yogyakarta. Dengan takbir Allahu Akbar dan Pekik Merdeka, Beliau bakar semangat rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan. Dan agar usaha mempertahankan kemerdekaan itu dapat berhasil, kita perlu membantu pahlawan kita digaris depan dengan pakaian. “ Saudara-saudara” seru beliau,”marilah kita lepas baju kita, kita kumpulkan dan kirim ke garis depan.”
Bagaimana tanggapan orang ?
Ribuan orang itu melepas baju mereka. Ribuan baju terkumpul. Mereka pulang tanpa baju. Dilihat dari keadaan sekarang, kejadian itu kita anggap kejadian biasa. Orang melepas baju, pikir kita, toh masih ada baju kaos. Keadaan ketika itu sangat berbeda. Baju adalah kekayaan yang sangat berharga. Bayangkan. Penulis ketika itu menjual seekor kambing. Laku Rp 90,- ( sembilan puluh rupiah). Kemudian membeli celana kolor, terbuat dari kain bekas sarung bantal. Berapa harganya? Seratus empat puluh rupiah. Celana kolor itu.di jaman sekarang, dibuang pun tidak bakal ada yang mengambil.
Kejadian di alun-alun utara Yogyakarta yang penulis ceritakan diatas, membuktikan betapa Bung Tomo mampu mensugesti orang lain secara luar biasa.
Tokoh luar negeri yang sejarah hidupnya banyak dikaji dan diteliti, yang mampu secara luar biasa mensugesti orang adalah Napoleon Bonaparte. Direktoire yang berkuasa di Prancis diakhir abad ke 18, mengangkat Napoleon menjadi komandan tentara Prancis di Italia. Napoleon menemukan tentaranya di kaki pegunungan Albino dalam keadaan sangat memprihatinkan. Kurang makan, hampir telanjang dan disiplin sudah dirusak oleh penderitaannnya. Setelah mereka melihat jenderal baru yang berbadan kecil, timbullah niat mereka untuk memberontak. Tetapi setelah Napoleon mulai berbicara, insaflah mereka bahwa komandan mereka yang baru adalah komandan yang ulung, walaupun badannya kecil “ Prajurit-prajurit” serunya dengan suara mendering seperti besi” Kamu kekurangan makan dan hampir telanjang. Kamu sudah banyak berjasa pada Pemerintah, tetapi Pemerintah tidak dapat memberi apa-apa kepada kamu. Saya hendak membawamu ke negeri yang paling subur di dunia. Kamu akan menguasai daerah-daerah kaya dan kota-kota besar. Disana kamu akan mendapat kehormatan, kamashuran dan kebahagiaan. Apakah kamu kurang keberanian ?” Tidak ‘ jawab mereka serentak. Napoleon mensugesti prajuritnya. Para prajurit lupa segala penderitaan yang dialaminya. Mereka menjadi sangat berani. Sejarah mencatat bahwa Napoleon beserta pasukannya menghancurkan pasukan Sardinia dan Austria yang berada disemenanjung Italia *)
Dengan menampilkan Napoleon sebagai tokoh yang mampu mensugesti orang secara luar biasa, uraian pertama dianggap cukup. Kemudian dibawah ini akan diutarakan kebijakan KPRI KIPAS yang bersifat Self-Sugestif. Yang bersifat mempengaruhi diri sendiri. Kebijakan seperti itu antara lain
a. dinamainya koperasi kita KIPAS
b. diaturnya waktu pengambilan Simpanan Sukarela wajib bersamaan dengan pengambilan SHU
ART KPRI KIPAS pasal 1 ayat (2) berbunyi sbb :
Perkataan “ Kipas” dipilih untuk nama Koperasi ini dimaksudkan untuk mengungkapkan kemauan mengusahakan penghidupan dan kehidupan yang nyaman dan sejahtera bagi anggota maupun masyarakat pada umumnya.
Dari ayat ini, nampak sekali apa yang tersembunyi dalam nama “Kipas” .Nama KIPAS itu diharapkan dari masa kemasa mensugesti diri sendiri untuk mengusahakan penghidupan dan kehidupan yang nyaman dan sejahtera. Penghidupan dan kehidupan yang nyaman dan sejahtera terkait dengan KPRI KIPAS selama ini rasanya selalu kita nikmati. Umumnya perjalanan sebuah Koperasi, semakin besar koperasi itu semakin besar pula silang sengketa yang terjadi. Di KPRI KIPAS irama perkembangan seperti itu rasa- rasanya tidak terjadi. Bagaimana kalau kenyataan itu kita simpulkan bahwa keadaan KPRI KIPAS seperti itu berkat rahmat atau kasih sayang Allah SWT antara lain lewat nama KIPAS ?
Tidak sedikit anggota Koperasi yang tidak pernah berpikir tentang berapa banyak SHU yang akan diterima. Sebab SHU yang biasa diterima dibawah sepuluh ribu rupiah. Hal itu berbeda dengan pengalaman anggota KPRI KIPAS. Penerimaan uang dari KPRI KIPAS yang difahami sebagai SHU cukup pantas dipikir, diharap dan diperhitungkan dapat menaikkan anggaran pendapatan rumah tangga.
Ditahun 2005 KPRI KIPAS membagi uang kepada anggotanya sekitar
Rp 303.000.000,- anggota KPRI KIPAS sekitar 1000 orang. Sehingga rata-rata penerimaan per anggota sekitar Rp 300.000,-. Pantas bukan kalau uang sejumlah itu diperhitungkan? Apalagi banyak mereka yang menerima lebih besar dari rata-rata. Bahkan ada yang menerima sebanyak Rp 1.864.500,- (satu juta delapan ratus enam puluh empat ribu lima ratus rupiah). Hampir dua juta rupiah. Hampir 20% kenaikan gaji anggota DPR per orang perbulan.
Penerimaan uang yang dipahami atau dirasakan sebagai SHU yang relatif besar antara lain ditopang oleh kebijakan Pengurus dalam penyelenggaraan kredit Modal Usaha. Dalam Surat Keputusan Pengurus tentang Penyelenggaraan Kredit Modal Usaha terdapat ketentuan pengambil kredit harus menyimpan atas namanya di KPRI KIPAS Simpanan Sukarela sebesar 2% dari kredit yang dia ambil. Simpanan Sukarela yang terkait dengan kredit ini baru boleh diambil setelah berusia satu tahun dan pengambilannya pada bulan yang didalamnya terdapat Hari Raya Idul Fitri. Sementara pembagian SHU di KPRI KIPAS ditradisikan menjelang Hari Raya Idul Fitri. Akibatnya yang dibagi oleh Pengurus untuk diterimakan kepada anggota, kecuali SHU juga Simpanan Sukarela tadi yang berumur satu tahun. Keadaan sebenarnya seperti itulah. Tetapi siapakah yang bersedia mempersulit diri mengingat-ingat berapa SHU yang diterima dan berapa Simpanan Sukarelanya. Orang cenderung praktis. Kalau ditanya berapa SHU yang diterima tahun ini ? Orang akan menjawab dengan enteng. Hampir dua juta.
Kebijakan Pengurus mengatur penyelenggaraan kredit dikaitkan dengan usaha agar anggota memasukkan Simpanan Sukarela dan membagikannya bersamaan dengan pembagian SHU, adalah kebijakan yang cerdas yang menjadikan keluarga besar KPRI KIPAS mensugesti diri sendiri bahwa koperasinya adalah koperasi yang selalu mengusahakan kenyamanan dan kesejahteraan anggota.

Terpeliharaan Demokrasi Terpelihara Koperasi

Salah satu prinsip Koperasi adalah demokrasi. Rumusan prinsip ini di Undang-undang mungkin tidak sama, tetapi essensinya tetap saja demokrasi. Rumusan prinsip demokrasi di Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 yang sampai sekarang masih berlaku berbunyi : Pengelolaan dilakukan secara demokratis sementara di Undang-undang nomor 12 tahun 1967 rumusannya berbunyi Rapat Anggota merupakan kekuasan tertinggi sebagai pencerminan demokrasi dalam koperasi. Hans-H Munkner dalam bukunya Co-operative Principles and Co–operative law menyimpulkan bahwa salah satu prinsip koperasi adalah : Democratic Management and Control (Pengelolaan dan Pengawasan dilakukan secara demokratis )
Karena demokrasi merupakan salah satu prinsip Koperasi, maka mereka yang menginginkan koperasinya lestari, perlu dengan sungguh-sungguh memelihara demokrasi itu. Bersungguh-sungguh memelihara demokrasi bukanlah pekerjaan yang mudah. Saya berpendapat bahwa memelihara demokrasi diperlukan ketrampilan mengelola aspirasi orang banyak. Pepatah Bahasa Indonesia ada yang berbunyi : Kepala sama berbulu pendapat berlain-lain. Di masyarakat jawa ada pemeo : seje ndas seje gagas. Seje kulit seje anggit. Pepatah dan pemeo ini merupakan pembenar bahwa mengelola aspirasi orang banyak tidaklah mudah. Seorang tokoh Gerakan koperasi berucap di depan sebuah Rapat Anggota Tahunan sesuatu koperasi : Sesulit-sulit mengelola materi lebih sulit mengelola aspirasi
Dalam Buletin KIPAS nomor Edisi XVI /VIII /2005 yang terbit Desember 2004 disajikan sebuah uraian dibawah Judul Perbuatan Tanggungjawab dan Sopan-Santun Demokrasi. Tulisan itu sedikit banyak berisi pesan tentang perlunya pemeliharaan demokrasi di koperasi kita. Uraiannya lebih bernuansa Inward-looking ( melihat ke dalam ) Kasus –kasus yang dijadikan rujukan terbatas pada kasus yang terjadi di koperasi pada umumnya dan khususnya di KPRI KIPAS. Untuk memperluas wawasan kita, bagaimana kalau kita sajikan uraian yang lebih bersifat Outward-looking ( lebih melihat keluar )Lembaga yang mempraktikkan demokrasi tidak hanya lembaga koperasi. Partai politik pun formalnya juga mendasarkan geraknya pada demokrasi. Kebetulan ada dua lembaga yang bergerak di bidang politik baru saja menyelenggarakan musyawarah tertingginya di Semarang. Partai Amanat Nasional (PAN ) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
Dalam Muktamar PAN di Semarang itu, terjadi kericuhan terkait dengan perutusan dari Indonesia Bagian Timur, termasuk Papua. Kericuhan terjadi konon karena sebagian perutusan itu ditolak masuk ke medan muktamar oleh Panitia Penyelenggara. Yang ditolak masuk ke medan muktamar itu, konon ( mohon maaf banyak konon ) karena nama tidak sesuai dengan nama yang termaktub didaftar yang dipegang oleh Panitia
Hal yang demikian itu mungkin saja terjadi. Sebab kadang, orang berpikir ringan-ringan saja tentang aturan organisasi. Kasusnya mungkin saja, berdasar ketentuan organisasi, Ketua DPD adalah anggota Muktamar. Tetapi ketua DPD itu berhalangan hadir karena sakit. Karena ketua DPD yang anggota muktamar itu berhalangan hadir, digantikan oleh wakil ketua DPD. Bagi mereka yang berpikir ringan-ringan tentang aturan organisasi, menganggap hal itu wajar-wajar saja dan sudah mestinya. Tetapi bagi mereka yang memegang teguh aturan organisasi, akan menolak penggantian itu
Diantara anggota Rapat Anggota KPRI KIPAS adalah Anggota Rapat Anggota Wakil Kelompok. Anggota Rapat Anggota ini dipilih dalam Rapat Kelompok dari mereka yang memenuhi syarat tertentu. Kalau ternyata dalam Rapat Anggota ia berhalangan hadir, ya sudah, ia absen. Dia tidak dapat menunjuk wakil ataupun pengganti.
Di muktamar PKB ada sesuatu yang cukup menarik. KH.Abdurrahman Wachid yang akrab dipanggil Gus Dur dipilih selaku Ketua Dewan Syuro secara aklamasi dalam acara Pandangan Umum terhadap laporan DPP. Keputusan ini menimbulkan kontraversi. Penulis tidak tahu betul kontravesi itu terjadi karena keputusan diambil dalam acara Pandangan Umum atau karena alasan yang lain
Keputusan yang dapat diambil dalam acara Pandangan Umum terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pengurus dalam RAT KPRI KIPAS pada dasarnya hanya ada 3 (tiga ) kemungkinan. Pertama Laporan Pengurus diterima. Kedua Laporan Pengurus ditolak dan yang ketiga Laporan Pengurus diterima dengan catatan. Catatannya apa saja, perlu ada rumusannya
Jadi kasus sebagaimana terjadi di muktamar PKB tersebut semestinya tidak bakalan terjadi di KPRI KIPAS. Misalnya dalam acara Pandangan Umum terhadap laporan Pengurus dalam suatu RAT diambil keputusan menggangkat anggota Pengurus pengganti antar waktu, karena terjadi kekosongan sesuatu jabatan di Pengurus
Mengapa semestinya hal itu tidak akan terjadi di KPRI KIPAS ?
Di tata tertib persidangan di KPRI KIPAS terdapat klausul yang berbunyi “ Ketua Wajib menampung pembicaraan yang sudah disampaikan oleh peserta sidang dalam menanggapi acara sidang untuk kemudian mengusahakan kesimpulannya sebagai keputusan sidang Klausul ini merupakan rambu-rambu yang mengarahkan agar keputusan selalu relepan dengan acara sidang. Jangan sampai terjadi, lain acara lain pula keputusannya. Sebab hal itu akan menciptakan iklim kondusif bagi terjadinya kontroversi
Bagaimana dengan keputusan mengangkat Gus Dur menjadi Ketua Dewan Syuro dalam Muktamar di Semarang itu ? Andaikata penulis dimungkinkan memberikan pendapat, pendapat penulis sebagai-berikut
1. Kalau di konstitusi PKB terdapat klausul sebagaimana dimiliki oleh KPRI KIPAS sebagaimana tersebut diatas, maka keputusan itu “cacat hukum”
2. Kalau di konstitusi PKB tidak terdapat klausul sebagaimana dimiliki oleh KPRI KIPAS sebagaimana tersebut diatas maka keputusan itu tidak dapat dinilai sebagai keputusan “ Cacat Hukum “ berdasarkan alasan itu
3. Kalau di Konstitusi PKB terdapat klausul yang hampir sama dengan klausul yang dimiliki KIPAS berbunyi Ketua wajib menampung pembicaraan yang sudah disampaikan oleh peserta sidang, untuk kemudian mengusahakan kesimpulannya sebagai keputusan sidang, maka keputusan itu sangat syah dan sama sekali tidak cacat hukum
Keputusan itu syah dan tidak cacat hukum, karena klausul itu tidak memberikan arah agar keputusan relevan dengan acara sidang
Di KPRI KIPAS keputusan yang diambil, hanya keputusan yang relevan dengan acara, karena adanya phrase “ dalam menanggapi acara siding. “Phrase ini mengakibatkan tanggapan diluar acara, betapa pun juga baik dan pentingnya, dan betapa pun banyak disampaikan atau pun didukung oleh peserta sidang, tidak dapat dijadikan keputusan. Tetapi kalau phrase itu dihapus, dalam acara laporan pertanggungjawab Pengurus pun dapat diambil keputusan misalnya : Mengangkat Si Fulan menjadi anggota Pengurus
Sangat sering terjadi, peserta sidang Rapat Anggota Tahunan (RAT) dalam menyampaikan tanggapan terhadap Laporan Pertanggungjawaban Pengurus, menyampaikan pikiran-pikiran yang berkaitan dengan program kerja ataupun anggaran pendapatan dan belanja. Akan tetapi karena pikiran itu tidak relevan dengan acara, ya sulit untuk menjadi keputusan. Ia harus bersabar, menanti diselenggarakan Rapat Anggota Biasa (RAB ) yang mengagendakan atau mengacarakan Rencana Kerja (RK) dan rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja (RAPB). Dalam forum itulah pikiran-pikiran tentang Rencana Kerja dan anggaran pendapatan dan belanja dibahas dan dibicarakan untuk kemudian diambil keputusan
Bersabar menanti saat yang tepat, bersabar mematuhi ketentuan konstitusi yang berlaku merupakan sikap dan langkah yang diperlukan bagi pemeliharaan demokrasi. Dan dengan terpeliharanya demokrasi, semoga terpelihara pula Koperasi

Mereka Tiba Tiba Berhenti


Di awal-awal tahun delapan puluhan, 10 atau 15 tahun yang lalu, KPRI KIPAS menerima kunjungan, sebuah KPRI dari Jawa Tengah . Kunjungan itu sebuah kunjungan studi banding . Sebagaimana lazimnya sebuah kunjungan studi banding, mereka mengharapkan memperoleh tambahan pengetahuan dari kunjungan itu.
Dalam menghadapi kunjunga studi banding itu , pengurus bersifat sangat terbuka. Seluruh pembukuan KPRI KIPAS disediakan untuk dapat dilihat. Bukti-bukti transaksi, buku kasir, buku besar dll yang dibutuhkan oleh tamu disediakan.
Pada waktu itu, Pengurus KPRI KIPAS memang belum sampai pada ke tingkat memiliki kesadaran bahwa di koperasi ada sesuatu yang bersifat rahasia. Yang semestinya tidak diperlihatkan kepada pihak luar
Karena Pengurus belum memiliki kesadaran tentang adanya rahasia perusahaan, maka apa yang ingin dilihat oleh tamu dari Jawa Tengah itu disediakan. Tamu rupanya tidak berbeda dengan pengurus KPRI KIPAS. Artinya mereka juga tidak tahu bahwa sebagai tamu, mereka terikat dengan sopan santun. Mereka rupanya tidak merasa melanggar etika, kalau minta untuk dapat melihat pembukuaan. Mereka tidak sungkan ingin melihat pembukuan KPRI KIPAS mungkin didasarkan pengetahuan bahwa di gerakan koperasi ada prinsip keterbukaan. Artinya, usaha dan ketatalaksanaannya bersifat terbuka. Artinya lagi, siapapun boleh memeriksa atau melihat. Sebuah pengertian yang cukup jauh melampaui batas kesopanan dan kewajaran.
Akan tetapi dalam kasus kunjungan studi banding 10 atau 15 tahun lalu itu tamu dan tuan rumah tingkatannnya sama maka proses berjalan tanpa masalah. Kalau di ibaratkan dalam kehidupan sehari-hari, ada tamu yang tidak merasa cukup diterima di kamar tamu, tetapi ingin di kamar makan, di kamar tidur, di gudang dan dikamar-kamar lain yang dikehendaki. Sementara itu tua rumah tidak keberatan memenuhi kehendak tamunya itu, tanpa merasa tersinggung. Tentu saja tidak ada masalah.
Keadaam sangat berbeda dengan pengalaman KPRI KIPAS ketika berkunjung ke Koperasi Setia Bakti Wanita di Srabaya Jawa Timur, dalam rangka studi banding. Ketika itu KPRI KIPAS mengharapkan dapat melihat Neraca. Ternyata pihak Koperasi Wanita berkeberatan
Pembaca yang terhormat,

Ketika tamu-tamu tadi asyik mempelajari pembukuan kita, tiba-tiba mendadak menghentikan kegiatannya. Sepertinya yang mereka cari sudah ditemukan. Dalam keheningan proses pemberhentian kegiatan, terlontar secara sepontan ucapan samara-samar terdengar “ora kuwat nglakoni “
Singkat cerita, tiba-tiba mereka berhenti. Kita tidak tahu sebab musabab mereka berhenti itu Pada hal rasa-rasanya waktu yang diprogramkan masih cukup panjang.
Akhirnya studi banding itu diakhiri dengan acara-acara seremonial sebagaimana lazimnya. Para tamu, meninggalkan tempat, dan kami pengurus KPRI KIPAS melepas mereka tanpa beban pemikiran apapun.
Hanya saja setelah beberapa hari kemudian, kami mulai berpikir, mengapa studi banding itu berjalan begitu singkat. Apakah karena Pengurus KPRI KIPAS selaku tuan rumah kurang simpatik ataukah sebab lain.
Dalam pengembaraan pemikiran pencarian sebab-sebab studi banding yang begitu singkat, akhirnya kami tertarik dengan ucapan sepontan yang terdengar samara-samar, “ora kuwat nglakoni”. Ucapan sepontan biasanya ucapan sebenarnya. Ucapan itu belum dipengaruhi pemikiran apapun. Belum bumbui pertimbangan-pertimbangan misalnya tentang tatakrama. Jadi ucapan itu diperkirakan murni betul.
Kesimpulan, mereka menemukan sesuatu di KPRI KIPAS yang mereka tidak kuat melaksanakannya. Dan rupa-rupanya karena mereka tidak akan kuat melaksanakannya itu, studi banding tidak perlu lagi dilanjutkan.
Apakah sesuatu yang mereka tidak kuat atau tidak mampu melaksanakan itu? Yang paling tahu jawaban perkataan ini sudah barang tentu mereka yang melakukan studi banding, khususnya yang secara sepontan mengucapkan ora kuwat nglakoni” Kebetulan Pengurus KPRI KIPAS tidak menanyakan hal itu kepada yang bersangkutan. Jangan lagi bertanya, berpikir tentang hal itu pun tidak. Tindakkah sebagaimana kami melakukan di atas itu baru terpikir setelah sekian hari peristiwa itu berlalu.

Kami ber pendapat bahwa hal yang terjadi di KPRI KIPAS, yang pengurus mampu atau kuat melaksanakannya dan orang lain tidak kuat, perlu diidentifikasi. Perlu dicari sungguh-sungguh sehingga ketemu. Identifikasi ini penting, agar diketahui wajar tidaknya masalah itu . kalau ada ketidak wajaran di KPRI KIPAS, bukannya tidak mungkin terjadi kezaliman oleh pengurus kepada koperasi atau oleh koperasi kepada pengurus, demikian juga kita tidak dapat mentolerir kezaliman koperasi terhadap Pengurus. Kita mencita-citakan kesejahteraan. Kesejahteraan baik bagi anggota termasuk Pegurus maupun bagi masyarakat pada umum.
Maka Identifikasi masalah kita selenggarakan. Kita teliti data pembukuan secara intensif. Akhirnya kami condong kepada kesimpulan bahwa hal yang menjadikan tamu berucap”ora kuwat nglakoni ‘ adalah karena kecilnya honorarium pengurus. Sebab ketika itu honorarium pengurus hanya sebesar Rp 2.000,- ( dua ribu rupiah) perbulan atau Rp 24.000,- pertahun
Uang honorarium Pengurus sebesar Rp 2.000,- perbulan itu dapat dihitung dari bukti transaksi KK 491 Tgl 31 Desember 1985 yang besarnya Rp 264.000,- dibayarkan kepada Sawiyono, Drs, Sardjono, Drs. Tarmuji. Dalimin, Suyudi,Suhodo, Sudarmo,M.Ngarobi,Supono,Drs. Suharno dan Sumarsono . Sebelas orang Rp 264.000,- dibagi 11 orang = 24.000,-. Dalam satu tahun Rp 24.000,- berarti Rp 2.000,- perbulan
Kalau kita yang hidup di tahu 2004 kemudia menilai honorarium yang Rp 2.000,- perbulan, sudah barang tentu akan berkesimpulan, HR itu tidak manusiawi. KPRI KIPAS telah memeras pengurus atau kesimpulan semacamnya. Dan layak sekali kalau orang luar berucap “ ora kuwat nglakoni”
Marilah kita mencoba menilai HR Pengurus Tahun 1985 itu seobyektif mungkin. Dengan membandingkannya dengan SHU tahun itu kemudian diperbandingan denganHR tahun 2003 yang juga diperbandingkan dengan SHU tahun 2003. Prosedure ini mungkin dapat diterima sebagai procedure yang dapat mengantarkan kepada objektifitas
HR pengurus Tahun 1985 Rp 265.000,-
SHU Tahun 1985 Rp 42.517.988,-
Sehingga HR pengurus= 0,62% dari SHU
HR pengurus tahun 2003 = 11 orang x 12 bln x 40.000,- = Rp 6.300.000,-
SHU Sebenarnya tahun 2003 Rp 439.524.504,-
Sehingga HR pengurus 1,43 % dari SHU
Dari analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa HR pengurus tahun 1985 kurang dari setengah jumlah HR tahun 2003 dan kita menjadi faham mengapa orang berucap “ ora kuwat nglakoni”

Modal Terbang VS Modal Datang

Tahun 1967 adalah tahun jumlah pegawai atau karyawan Departemen Agama khususnya Guru Agama membengkak secara luar biasa. Kabupaten Magelang dan Kabupaten Gunung Kidul merupakan daerah yang kebanjiran Guru Agama. Banjir itu begitu rupa sehingga meluap ke daerah-daerah lain termaksuk Kabupaten Sleman.

Pada suatu kesempatan, Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan bahwa segala sesuatu ada sisi positif dan sisi negatifnya. Membengkaknya jumlah guru Agama di Kabupaten Gunung Kidul misalnya, memiliki sisi positif bagi koperasi di daerah itu. KPRI Tunas Harapan dari Kantor Departemen Agama Kabupaten Gunung Kidul menjadi besar dan maju antara lain karena besarnya jumlah anggota. Anggota yang berjumlah besar memungkinkan terkumpulnya modal Koperasi yang besar. Dan modal yang besar ini dapat merupakan faktor yang memungkinkan Koperasi menjadi besar dan maju.

Jumlah anggota Koperasi yang besar, juga berarti jumlah pengguna jasa Koperasi yang juga tidak kecil. Sebab, bukankah anggota Koperasi itu mempunyai peran ganda? Anggota koperasi adalah pemilik sekaligus pengguna jasa koperasi. Sehingga Koperasi dengan jumlah anggota yang besar usaha-usahanya memiliki pangsa pasar yang luas. Hal ini juga dapat merupakan faktor yang memungkinkan koperasi menjadi besar dan maju. Dan itulah yang dinikmati oleh KPRI Tunas Harapan Gunung Kidul.

Apa yang terjadi di Gunung Kidul sebenarnya terjadi juga di daerah lain, hanya ukurannya tidak sefantastis sebagaimana di Gunung Kidul itu. Artinya jumlah Pegawai Departemen Agama yang diangkat pada tahun 1967 cukup banyak. Apa lagi kabupaten lain, akhirnya harus menerima pegawai yang dimutasi dari Gunung Kidul.

Dari uraian di atas, rasanya kita dapat menerima sebuah asumsi bahwa cukup banyak pegawai Departemen Agama yang di angkat pada tahun 1967.

Marilah kita berpikir tentang masa depan Koperasi kita berdasar asumsi itu. Pegawai Kantor Departemen Agama yang umumnya anggota Koperasi yang diangkat pada tahun 1967 itu, ketika diangkat berusia antara 20-30 tahun. Mereka akan sampai masa pensiun sebagian setelah berusia 56 tahun sebahagian lagi setelah berusia 60 tahun. Kelompok dari mereka yang Pensiun berusia 56 tahun akan Pensiun setelah bekerja 26 sampai 36 tahun. Artinya mereka akan Pensiun pada tahun 1993 hingga 2003. Sedang kelompok yang Pensiun setelah berusia 60 tahun akan Pensiun antara tahun 1997 hingga 2007. Alhasil pegawai yang diangkat pada tahun 1967 akan Pensiun antara tahun 1993 hingga tahun 2007. Kita sekarang ini, tahun 2004, berada di sepertiga yang akhir dari periode 1993-2007.

Pada triwulan pertama tahun 2004 telah keluar dari KPRI KIPAS yang umumnya karena pensiun sebanyak 28 orang. Kenyataan ini mengakibatkan berkurangnya modal KPRI-KIPAS sebanyak Rp 47.322.500,- (Empat puluh tujuh juta tiga ratus dua puluh dua ribu lima ratus rupiah ). Mereka mengambil simpanan dalam jumlah bervariasi. Terbanyak Rp 2.448.700 atas nama Bapak Soleman, terkecil sebanyak Rp 1.006.100,- atas nama Bapak Sulkhoni.

Modal yang terbang keluar ini memeproleh pengganti dari anggota baru yang masuk. Bagaimana data anggota yang masuk itu?

Di tiga bulan awal dari tahu 2004 ini ada 10 orang yang masuk menjadi anggota baru. Masing-masing setor Simpanan Pokok Rp 10.000,- Simpanan Wajib Rp 10.000,-, Tabungan Hari Tua Rp 10.000,- Dana Saham IKPN Rp 10.000,- dan Simpanan Usaha Rp 1.000,- jumlah seluruhnya Rp 41.000,- dari 10 orang anggota di terima sebanyak Rp 410.000,jadi modal terbang sebesar Rp 47.322.500,- memperoleh ganti modal datang Rp 410.000,-. Berapa persen pengganti itu ? Kalau di hitung modal pengganti itu sebesar 0,87%.Kurang dari 1%. Sebuah pengganti yang sungguh kurang berarti. Kalau dalam 3 bulan keluar 47 juta rupiah, dapat diperkirakan di tahun 2004 modal akan keluar sekitar 188 juta rupiah. Dan bukannya tidak mungkin jumlah itu dapat menjadi 200 juta rupiah. Sebab kecendrungan data dari bulan ke bulan jumlah mereka yang pensiun selalu naik.

Semoga data itu memacu kita berpikir serius mencari langkah antisipasi, guna meminimalkan akibat negatif kenyataan tersebut dan memaksimalkan akibat positifnya

Kredit Usaha Kooperatif

Salah satu program KPRI KIPAS tahun 1978 berbunyi :
“memperluas fasilitas kredit pada umumnya dan kredit untuk usaha-usaha kooperatif produktif atau usaha-usaha pembangunan masyarakat pada khususnya “
Dari rumusan program seperempat abad yang lalu itu, kita dapat menarik kesimpulan bahwa ketika itu KPRI KIPAS menyelenggarakan 3 (tiga ) macam kredit
Pertama, kredit modal usaha untuk perorangan sebagaimana kita kenal sampai sekarang. Kedua,, kredit modal usaha untuk kelompok anggota, yang secara bersama-sama (kooperatif) memiliki usaha produktif. Ketiga kredit modal usaha untuk kelompok anggota yang memiliki program pembangunan masyarakat.
Dalam tulisan ini akan diketengahkan uraian tentang kredit macam kedua, yakni Kredit Usaha Kooperatif Produktif. Kredit ini diselenggarakan berdasarkan pemikiran, bahwa anggota koperasi yang pada umumnya terdiri dari golongan ekonomi lemah, hanya akan kuat kalau bekerja sama. Kerja-sama itu dilembagakan dalam kelompok. Kalau tidak berkelompok mereka akan tetap lemah. Perkataan “produktif” dimaktubkan untuk mengarahkan agar kredit itu tidak digunakan untuk usaha komsumtif. Besarnya kredit untuk usaha kooperatif produktif ini dapat lebih besar dari kredit untuk perorangan. Dengan demikian modal usaha yang diperoleh oleh kelompok dapat cukup memadai untuk usaha.
Prosedur untutk memperoleh kredit ini tidak sulit. Masing-masing anggota kelompok mengajukan permohonan kredit, menggunakan blanko permohonan yang disediakan oleh KPRI KIPAS. Permohonan perorangan anggota kelompok itu dilengkapi dengan proposal tentang usaha produktif yang akan diselenggarakan. Proposal diperlukan guna memastikan adanya usaha bersama dan tersediannya peluang bagi Pengurus untuk memberikan saran.
Anehnya, ternyata anggota-anggota belum pernah membentuk kelompok untuk memanfaatkan kredit ini. Timbullah pertanyaan dimanakah kesulitannnya? Atau apakah kesulitannya?


Sejak Juli 1998 – 20 tahun sesudah KPRI KIPAS memprogramkan Kredit usaha bersama – Pemerintah bekerjasama dengan World Bank ( Bank Dunia) mempersiapkan proyek penanggulangan kemiskinan di Perkotaan, disingkat P2KP. Kabupaten Sleman merupakan salah satu daerah tingkat dua yang menjadi sasaran proyek ini. Proyek ini dirancang setelah pemerintah sampai pada suatu kesimpulan tentang perlunya masyarakat diberdayakan sehingga mampu menanggulangi kemiskinan warganya secara mandiri. Dan kalau masyarakat mampu menanggulangi kemiskinan secara mandiri , tentulah usaha penanggulangan kemiskinan itu dapat berlanjut, meskipun proyek telah selesai.
Untuk itu masyarakat miskin didorong utuk mengelompokkan diri dalam lembaga kerjasama yang disebut Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang anggotanya minimal 3 (tiga) orang. Di tingkat desa dibentuk Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang tugasnya antara lain mengkoordinasikan rencana-rencana kegiatan KSM, dan mengelola dana dari P2KP melalui Unit Pengelolaan Keuangan (UPK).
Dana yang berasal dari P2KP sebagian besar difungsikan sebagai dana bergulir untuk KSM, sebagian dihibahkan untuk pembangunan fisik dan sebagian lagi untuk hibah pelatihan. Mengelola dana bergulir untuk KSM merupakan pekerjaan rutin yang berkelanjutan bagi BKM, sementara dana hibah untuk pembangunan fisik dan pelatihan selesai setelah disalurkan.
Penyelenggaraan Kredit Usaha Kooperatif Produktif oleh KPRI KIPAS seperempat abad yang lalu- yang belum pernah terselenggara- mirip kegiatan BKM dengan dana bergulirnya. Kesulitan yang dialami BKM dalam penyelenggaraan kredit untuk KSM dipersepsikan juga merupakan kesulitan bagi KPRI KIPAS andaikata KPRI KIPAS dapat menyelenggarakan Kredit Usaha Kooperatif Produktif sebagaimana diprogramkan.
Guna menguak kesulitan sebuah usaha bersama, marilah kita mencoba memahami budaya dari nenek moyang kita, yakni budaya gotong-royong. Gotong-royong artinya, bersama-sama menggotong, bersama-sama pula meroyong. Bersama-sama mengangkat, bersama-sama mengambil manfaat. Itulah yang terjadi ketika warga dusun membangun jalan, tempat ibadah, jembatan dll. Proses bersama-sama meroyong atau bersama –sama mengambil manfaat itu ternyata tidak terbatas pada siapa yang dahulu menggotong atau siapa yang dahulu mengangkat. Yang meroyong setelah bangunan selesai dikerjakan boleh siapa saja. Yang dahulu menggotong, yang tidak menggotong, bahkan yang dahulu menentang pembangunannya pun boleh meroyong.Inilah tipe atau model gotong-royong kita.
Sementara dalam institusi Usaha bersama , yang diprogamkan oleh KPRI KIPAS atau yang diselenggarakann oleh BKL, yang boleh meroyong terbatas pada mereka yang dahulu menggotong. Dan proses meroyong ini ternyata tidak sederhana. Mungkin mereka bekerja sama dalam suatu usaha dan sepakat bahwa hasil usaha perlu dibagi secara adil. Tetapi adil itu bagaimana ? Tidaklah mudah menerapkannya.
Penulis pernah menyaksikan, ada sembilan orang mahasiswa bersama-sama mendirikan warung soto. Ternyata usaha itu belum sampai berumur satu tahun sudah bubar. Rupa-rupanya salah satu kesulitannnya adalah dalam proses meroyong.
Penulis pernah juga mengagumi dua orang mahasiswa, yang menyelenggrakan usaha bersama memasarkan durian. Durian dibeli di Kulon Progo dan dipasarkan di Sleman. Selidik punya selidik ternyata kedua orang mahasiswa yang nampak rukun itu sudah sekian hari tidak saling menyapa. Sudah putus hubungan. Apakah masalahnya ? Penulis berkeyakinan, apa lagi kalau bukan masalah meroyong? Masalah bagi hasil.
Bahwa masalah bagi hasil atau meroyong itu berat dan rumit sebenarnya dapat kita saksikan dibanyak kalangan.
Kawanan perampok yang begitu padu ketika merampok, ternyata saling mebunuh antara teman masalah bagaimana membagi hasil perampokannya. Dapat saja terjadi begitu kompaknya jajaran pimpinan sebuah partai dalam berusaha memperoleh kemenangan dalam Pemilu 2004 nanti, akan tetapi kekompakan itu berantakan setelah yang diperjuangkan nampak akan berhasil.
Di KSM pun terdapat kesulitan bagaimana mereka membagi hasil, Akibatnya KSM yang diharapkan merupakan lembaga usaha bersama guna menanggulangi kemiskinan, hanya berhasil menjadi lembaga usaha bersama dalam mengambil kredit. Masalah usaha, masing-masing anggotanya bekerja sendiri-sendiri.
Dari uraian diatas semoga dapat difahami proses meroyong yang terbatas sebenarnya cukup rumit. Golongan ekonomi lemah masih harus banyak belajar. Belajar bagaimana mengoperasionalkan keadilan dalam membagi hasil usaha.
Golongan ekonomi kuat, justru cukup terampil membagi hasil. Alhasil mengapa program Kredit Usaha kooperatif Produktif tidak diselenggarakan ? jawaban sementara adalah karena kita belum terampil mengoperasikan keadilan dalam membagi hasil.

Dari Anggota, Oleh Anggota Untuk Anggota

Hal yang membedakan badan usaha Koperasi dengan badan usaha lainnya antara lain adalah bahwa Koperasi mendasarkan pada demokrasi. Dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, demokrasi dalam Koperasi tercermin dalam pasal 5 ayat (1) huruf b berbunyi ; pengelolaan dilakukan secara demokratis.
Dengan demikian pengelolan Koperasi dilakukan atas kehendak keputusan para anggota. Para anggota yang memegang dan melaksanakan keputusan tertinggi dalam Koperasi, yang dalam praktiknya dilakukan oleh Rapat Anggota.

Bagi Koperasi yang anggotanya belum banyak, Rapat anggota dapat diselenggarakan dengan menghadirkan seluruh anggota.
Dan demikianlah yang dilakukan oleh KPRI KIPAS sejak awal berdirinya hingga tahun tujuh puluhan. Bagi koperasi dengan jumlah anggota yang besar akan mengalami kesulitan menyelenggarakan Rapat Anggota dengan menghadirkan seluruh anggota itu. Kesulitan ini umumnya diatasi dengan penyelenggaraan Rapat Anggota dengan sistem perwakilan. KPRI KIPAS sudah sejak awal tahun delapan puluhan menggunakan sistem perwakilan. Bahkan perwakilan ini telah termaktub dalam Anggran Dasar ( Lihat AD pasal 13 ayat 2 )

Koperasi-koperasi lain yang memiliki jumlah anggota yang besar, umumnya dalam menyelnggarakan Rapat Anggota menggunakan sistem perwakilan. Hanya, bagaimana mereka menentukan Wakil Anggota, umumnya tidak sama dengan cara yang dilakukan oleh KPRI KIPAS. Ada yang wakil anggota itu ditunjuk langsung oleh Pengurus. Ada yang wakil anggota itu itu ditunjuk oleh Pengurus lewat Pejabat, misalnya Kepala Dusun. Ada tunjukan itu berdasarkan nomor baku anggota. Bagi Koperasi yang mengatur wakil itu mewakili 5 ( lima ) orang anggota, maka ditentukan wakil anggota itu anggota dengan nomor baku 5, kemudia 10, lalu 15 dan seterusnya. Anggota Rapat Anggota adalah anggota dengan nomor baku 1, lalu 6, lalu 11 dan seterusnya, Itulah sekedar contoh bagaimana Koperasi menentukan wakil anggota dalam melaksanakan demokrasi. Sudah barang tentu ada contoh lain lagi.

Dari contoh-contoh cara memilih wakil sebagaimana dikemukan di atas, dengan mudah dapat disimpulkan bahwa cara-cara itu akan sulit menghasilkan wakil yang bear-benar wakil.

DI KPRI KIPAS wakil anggota dipilih dari dan oleh anggota dalam Rapat Kelompok ( lihat ART pasal 12 ayat 3 ). Sehingga wakil anggota itu benar-benar wakil anggota. Memang sering kali penunjukan wakil itu diserahkan kepada Pejabat (atasan langsung) yang hadir dalam Rapat Kelompok, agar keterwakilan anggota dapat disesuaikan dengan kegiatan kantor.

Alhasil, meskipun dalam penyelenggaraan Rapat Anggota KPRI KIPAS menggunakan sistem perwakilan, tetapi hak demokrasi anggota tetap dijunjung tinggi, dalam ujud wakil kelompok itu memang benar-benar wakil anggota.

Dipergunakannya sistem perwakilan dalam penyelenggaraan Rapat Anggota dengan maksud agar jumlah anggota Rapat Anggota itu masih mungkin dikelola. Tidaklah semakin banyak anggota sesuatu Rapat Anggota semakin sulit pula rapat itu dikelola? Sebagai Badan Usaha, Rapat-Rapat Koperasi membutuhkan masukan-masukan pemikiran yang rasional. Sementara semakin banyak orang berkumpul, pemikiran rasional itu akan semakin menipis. Ilmu Jiwa Massa memberitahukan kita bahwa kerumunan orang (massa) berpikir Irasional. Berpikir tidak logis.

Dahulu terlalu sering kita menyaksikan anggota menyampaikan pendapat dalam acara pandangan umum dalam RAT mengusulkan penurunkan prosentase jasa di sisi lain mengusulkan peningkatan SHU. Juga sering kita saksikan anggota RAT dengan berapi-api menuntut ditingkatkan jumlah kredit sementara dia tidak menyinggung sedikit pun tentang pemupukan modal. Kini usulan tidak rasioanl sejenis itu tidak pernah muncul. Kalau toh muncul anggota lain akan serempak menertawakan.

Karakteristik lain dari kerumunan ( massa ) adalah sangat mudah dipengaruhi oleh kesan. Kalau bendahara Koperasi nampak makmur, kerumunan cepat berpikir atau menyangka bendahara itu korupsi. Dalam sambutan penulis didepan Rapat Anggota ketika mula pertama penulis terpilih sebagai Ketua KPRI KIPAS, penulis minta agar anggota tidak membuat kesimpulan berdasarkan kesan tetapi berdasarkan data hasil pemeriksaan. Pesan itu penulis sampaikan guna mengantisipasi kemungkinan timbulnya suudzan ( sangka buruk ) kalau-kalau penulis membeli sepeda motor. Ketika itu penulis pergi ke Kantor masih dengan bersepeda sebagaimana juga pegawai-pegawai lain. Ketika itu yang tidak bersepeda hanya Bapak Kepala Seksi, Bapak Sawiyono. Beliau pergi ke Kantor menggunakan sepeda Motor DKW Hume warna merah batu merah buatan Jerman. Yang lainnya semuanya “ngonthel “

Berpikir Irrasional, terlalu mudah mengambil kesimpulan berdasarkan kesan adalah sifat-sifat jiwa kerumunan (massa) yang perlu diwaspadai oleh mereka yang memilih demokrasi sebagai dasar hubungan sosialnya, di samping mewaspadai sifat negatif jiwa kerumunan lainnya yang tidak dikedepankan dalam tulisan ini

Berhubung kerumunan adalah konsekuensi yang tak terelakkan bagi mereka yang memilih demokrasi. Sementara kerumunan itu sangat mudah berubah. Dan perubahan itu kadang begitu drastis. Lihat saja misalnya perubahan sikap jiwa kerumunan kita terhadap presiden kita yang pertama dan ke dua. Mereka berdua pada masanya adalah tokoh-tokoh yang sangat dihormati, sangat disanjung. Tetapi diakhir kedudukan mereka menjadi sasaran hujatan yang tiada tara. Panggung sejarah dunia mementaskan banyak kejadian serupa. Panggung sejarah dunia banyak bercerita tentang ada agium : habis manis sepah dibuang.

Meski demikian, kita anggota Gerakan Koperasi, tidak usah ragu akan ketepatan pilihan kita pada demokrasi sebagai dasar gerakan. Sisi-sisi positif dari demokrasi cukup banyak dan meyakinkan. oleh karenanya trend perkembangan dunia lebih ke arah demokrasi.

Guna memantapkan pilihan kita pada demokrasi, ingin penulis menutup uraian ini dengan akhir pidato singkat presiden Abraham Lincoln di Gettysburg, sebuah kota kecil di Amerika di mana 50.000 prajurit gugur dalam perang saudara di pertengahan abad XIX. Pidato itu dapat dibaca di prasasti diatas kuburan 50.000 prajurit itu. Lincoln berkata :The Goverment from the people, by the people for the people shall not perish from the earth. Yang artinya kurang lebih, Pemerintah dari rakyat, oleh rakyat untuk rakyat tidak bakal lenyap dari muka bumi. Kalau kalimat Lincoln itu kita adopsi menjadi berbunyi :The Cooperative from the member by the member, for the member shall not perish from the earth.

Hak Pilih di Kipas

Prinsip kedua Koperasi menurut UU nomor 25 tahun 1992 berbunyi :”Pengelolaan dilakukan secara demokrasi” . Dari prinsip ini dapat disimpulkan bahwa Koperasi merupakan lembaga demokrasi, Sebagai lembaga demokrasi Koperasi menghormati Hak Demokrasi Anggotanya. Hak Demokrasi Anggota Koperasi adalah : Hak Bicara, Hak Suara dan Hak Pilih. Hak-Hak itu akan memperoleh iklim kondusif, khususnya dalam Rapat Anggota.

Kondusif tidaknya iklim dalam Rapat Anggota dipengaruhi oleh banyak factor. Waktu pembahasan yang terlalu singkat yang disediakan untuk membahas suatu acara dapat mengakibatkan Hak Bicara kurang mendapat iklim kondusif. Demikian juga Ketua Sidang yang terlalu bersemangat untuk berbicara, hingga lupa akan fungsinya mengatur lalu lintas pembicaraan. Anggota yang diberi izin menggunakan Hak Bicaranya, yang berbicara “gladrah” juga dapat merampas Hak Bicara anggota lain

Hak Suara yakni hak untuk ikut serta dalam membuat keputusan, dapat terganggu, kalau semangat untuk membuat keputusan secara aklamasi terlalu tinggi

Hak Demokrasi yang mustahiknya (Si Empunya Hak) rela melepaskan adalah Hak Pilih. Konon di Negara –negara maju, warga Negara yang mempunyai Hak Pilih dalam Pemilihan Umum yang mau mempergunakan Hak Pilihnya hanya sedikit di atas 50%

Hak Pilih terdiri dari Hak Pilih Aktif dan hak Pilih Pasif. Hak Pilih Aktif ialah Hak Memilih, sementara Hak Pilih Pasif adalah Hak Dipilih. Di Koperasi kita berlaku prinsip : Siapa mempunyai Hak Pilih Aktif, ia juga mempunyai Hak Pilih Pasif

Ketentuan sanksi Anggota dalam Anggaran Dasar, tidak terdapat rumusan yang terkait dengan Hak Pilih ini. Misalnya karena sesuatu sebab, ada ketentuan seseorang anggota kehilangan Hak Dipilihnya, meskipun ia tetap memilki Hak Memilih. Hak Dipilih merupakan tiket seseorang berpeluang menduduki fungsi kepengurusan ( Pengurus dan atau Pengawas ). Fungsi ini menghajatkan seseorang dengan klasifikasi keteladaaan. Seseorang yang sulit dijadikan teladan tidak patut mengantongi tiket ke fungsi pengurus. Misalnya seseorang yang lalai dalam membayar Simpanan Wajib. Atau seseorang yang menyebabkan terjadinya Piutang Khusus
Pemilihan Pengurus periode 75/76 dapat dilacak di notula RAT yang berlangsung pada tanggal 29 Maret 1975 di Gedung ‘Aisyiyah Sleman . Diktum nomor 4 Keputusan RAT tanggal 29 Maret 1975 itu berbunyi:
Membentuk formatur yang terdiri dari :
1. H. Moh Zamzuri,B.Sc
2. Suyudi
3. Suparjan
Untuk menyusun kepengurusan Koperasi KIPAs periode ‘75/’76.
Dari data notula diatas dapat dipahami bahwa pemilihan Pengurus diselenggarakan dengan system yang sederhana.Peraturan Tata Tertib sebagaimana kita kenal pada saat ini, tidak ada. Dengan sendirinya proses pencalonan tidak ada. Proses memilih dapat dikatakan juga tidak terjadi. Yang terjadi hanya sekedar, ketua Sidang bertanya : “Pemilihan akan kita selenggarakan secara langsung atau formatur?” Forum RAT menanggapinya dengan : “Formatur”. Ketua sidang bertanya lagi :”Berapa orang formatur itu?”Forum menjawab :”Tiga orang” Siapa orangnya ? diantara Anggota RAT mengusulkan : “Pak Zamzuri”lain orang berucap ”Pak Suyudi” lain orang lagi ” Pak Parjan”.
Begitu sajalah pemilihan Pengurus ketika itu. Anggota RAT sepertinya tidak menggunakan hak pilihnya.

Kalau penggunaan Hak Pilih pada RAT 1975 terasa begitu sederhana, maka di RAT 1977 penggunaan Hak Pilih lebih sederhana lagi. Sebab pembentukan kepengurusan periode 1977 / 1978 hanya dengan menetapkan kembali kepengurusan sebelumnya. Di notula tertulis catatan yang berbunyi :
“ Menetapkan kembali komposisi dan personalia kepengurusan periode 1975 / 1976 untuk periode 1977 / 1978”.

Pada tahun 1978 terjadi perubahan Anggaran Dasar KPRI KIPAS. Perubahan itu antara lain menyangkut keanggotaan yang semula terbatas pada Kantor Inspeksi Pendidikan Agama Sleman menjadi pegawai Kantor Departemen Agama Kabupaten Sleman, meskipun singkatannya tetap KIPAS sebagaimana semula. Periode kepengurusan yang semula dua tahun diubah menjadi tiga tahun.

Peraturan Tata Tertib Pemilihan seperti yang selama ini kita miliki tidak ada, menjadi betul-betul ada. Bentuk atau pola peraturannnya sebagaimana Peraturan Tata Tertib Pemilihan yang selama ini kita pergunakan

Alhasil Peraturan Tata Tertib Pemilihan yang sekarang ini kita miliki sudah berusia kurang lebih seperempat abad.

Kaitannya denga Hak Pilih Anggota, dengan Peraturan Tata Tertib Pemilihan itu. Hak Pilih Anggota mendapatkan pelayanan sebagaimana mestinya. Artiny masing-masing anggota memperoleh kesempatan menggunakan Hak pilihnya sesuai dengan tuntutan hati nuraninya.

Apakah kita selaku anggota KPRI KIPAS merasakan betul betapa nikmatnya memiliki Hak Pilih ?

Orang bijak berkata , hak demokrasi- termasuk hak pilih-bagaikan udara. Kita yang hidup di “Samodra” udara tidak menikmati atau pun merasakan betapa pentingnya udara itu bagi kehidupan kita. Kalau kita terlepas dari udara barang lima detik saja, baru kita sadar betapa pentingnya udara itu bagi kehidupan kita

Di KPRI KIPAS demokrasi dijunjung tinggi. Akan tetapi mungkin saja diantara kita kurang menyadari arti penting demokrasi itu. Kita baru akan sadar akan arti penting demokrasi, apabila suatu ketika hak demokrasi itu dihapuskan. Misalnya andaikata ada ketentuan, anggota, Pengurus dan Pengawas tidak dipilih, tetapi ditunjuk. Kita-kita yang sudah terbiasa dengan demokrasi pasti akan bergolak, sebagaimana orang yang tidak dapat lagi menghirup udara. Bahkan sekalipun andaikata penunjukan itu dikemas sebagai pemilihan